Oleh: Gemintang Halimatussa'diah
30 Desember 2009
“Suamiku, idfa’u!” air mata
mengalir di pipi Haura ketika ia duduk di sisi bangsal suami yang baru saja
dinikahinya dua hari lalu, di sebuah rumah sakit. Isak tangis ibu mertuanya
juga terdengar demikian menyayat hati. Bagaimana tidak, Yasin suaminya kini
tergeletak di bangsal itu dengan darah di sekujur tubuhnya. Di lengan kanannya
terdapat luka menganga akibat letusan roket yang hampir saja menghancurkan
seluruh tubuhnya.
27 Desember 2009…
“Wah, barokallahu lakuma wa baroka
‘alaikuma wa jama’a bainakumaa fii khoir
yaa akhi..” ucap salah seorang tamu yang hadir pada acara akad nikah sederhana Yasin dan
Haura siang itu.
“Syukron yaa akhi..” jawab Yasin berseri. Setelah tamu itu berlalu,
telinga Yasin tertarik untuk mendengarkan bisik-bisik antara teman-temannya.
Husein dan Alif.
“Apa? Tentara Israel mulai meluncurkan roket-roket ke Jalur Gaza?” tanya
Yasin setengah tak percaya begitu mendengar perbincangan kedua temannya itu.
“Oh, akhi, antum mendengar pembicaraan kami?” Husein balik bertanya.
“Iya, akhi. Benarkah tentara Israel mulai meluncurkan roket-roket ke Jalur Gaza?” Yasin memastikan apa yang baru
saja didengarnya.
“Na’am, ya akhi. Kami mendengarnya dari teman-teman tentara Hamas.”
Dada Yasin demikian bergemuruh demi mendengar kata-kata temannya barusan.
Ia sungguh tak percaya, tentara biadab itu kembali berusaha menghancurkan
negerinya tercinta.
“Kami berencana akan bergabung dengan tentara Hamas lainnya.” sambung
Alif.
“Kalau begitu, aku ikut kalian. Aku akan berjuang bersama kalian.” tekad Yasin mantap. Husein dan Alif saling berpandangan. Mereka tak habis pikir
mengapa Yasin mau ikut menuju Gaza demi membela tanah airnya, sedangkan ia baru saja menikahi istrinya. Yasin pun
segera pamit kepada istri yang baru satu jam
lalu dinikahinya.
“Baiklah, suamiku, pergilah. Aku akan selalu mendoakanmu. Aku tahu betapa
besar kau mencintai tanah air kita, dan betapa kau ingin meraih syahid juga
cinta-Nya.” bisik Haura lembut.
Rasa haru terasa mendesak di hati Yasin.
Sungguh, ia telah menikahi seorang gadis yang demikian mencintai tanah air dan
Tuhannya. Meski ini adalah hari
pernikahannya, dan menjelang malam
pertama mereka, Yasin tidak gentar untuk berangkat menuju daerah
peperangan. Begitu pula dengan Haura, ia
berusaha ikhlas hati melepas kepergian suaminya itu. May Allah bless you..Barokallah..hanya kata itulah yang
terucap dalam hati Haura saat itu.
30 Desember 2009
“Akh Yasin suamiku,” Haura setengah berbisik memanggil nama suaminya
ketika melihat ia mulai membuka mata.
“Ha..u…ra..is..tri..ku..” Yasin terbata menahan sakit yang menjalari
seluruh tubuhnya.
“Iya, suamiku..aku di sini,” Haura berusaha mendekatkan telinganya ke
mulut suaminya yang mulai sadar dan hendak mengucapkan sesuatu.
“’Af..wan.. jid…dan,..” Yasin
masih terus berusaha untuk berkata.
“Tak apa suamiku. Jangan terlalu banyak bicara dulu.”
“U…hib…bu..ki..fillah..”
kata-kata Yasin barusan, meski masih terbata, terasa demikian nyata terdengar
di telinga Haura, membuat air matanya
menetes tak tertahankan.
“Na’am suamiku. I love you coz Allah.” sungguh Haura tak
sanggup menahan air mata.
Tangisnya pecah. Lelaki itu, lelaki yang amat
dicintainya karena-Nya..tampak demikian lemah dan tak berdaya dengan luka yang
sungguh menyayat hati siapa saja yang melihatnya. Meski begitu, di matanya
Yasin tetaplah lelaki gagah yang amat
memesona.
“Asy…hadu..an
..laaa…ilaaa…h..illallah..” dengan sisa tenaga yang ada Yasin berusaha
mengucapkan kalimat syahadat itu. Tak berapa lama, matanya kembali terpejam,
kali ini untuk selama-lamanya.
“Tak apa suamku, aku sungguh ikhlas, engkau kini telah menjadi syuhada,
berusaha meraih cinta-Nya dengan darahmu sendiri. Aku rela, aku ikhlas. Aku
mencintaimu karena Allah. Aku sangat bersyukur telah sempat menyandang gelar
sebagai istrimu. Aku pun akan mengikuti jejakmu. Menjadi syuhada. Tunggu aku di
sana. Di Bumi Cinta para syuhada. InsyaAllah.”
Tetesan air mata mengiringi kesyahidan
suaminya itu. Namun, Haura bertekad, itu akan menjadi air mata terakhir
dalam hidupnya. Ia pun akan berjuang.
Menjaga bumi tercintanya..dengan meraih kesyahidan..seperti yang diteladankan
oleh suaminya itu.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar