Sedih
dan rindu adalah rasa yang terdapat dalam diri setiap manusia. Hal tersebut
wajar dirasakan oleh setiap insan. Namun, wajarkah apabila hal tersebut
berlarut-larut atau berlebihan terasa dalam hati? Tentunya hal itu akan terasa
amat melelahkan. Kesedihan dan kerinduan bisa jadi terasa amat menyiksa dan
seolah tanpa ujung.
Rasa
sedih seyogyanya tak selalu mengenai hal tersebut, tidak juga selalu bernilai negatif.
Namun, adakah sedih yang bernilai positif? Seperti apakah seharusnya kita
bersedih?
Sedih tak bertepi selayaknya
dirasakan manusia, selalu dan selalu, apabila ia mengingat dosa dan kesalahan
yang telah dilakukan selama ini. Sedih, apabila merasa telah melakukan
kesalahan dan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt, sedih karena
telah melakukan hal yang hina, sedih karena telah bergelimang dalam dosa dan
maksiat. Tangisan kesedihan atas rasa
sesal dan merasa bersalah ini, justru amat dianjurkan karena hal itu berarti kita
masih diberikan kepekaan rasa dan ketajaman emosi untuk berintrospeksi diri
atas apa yang kita lakukan di dunia ini. Mengenai hal tersebut, Rasulullah SAW
bersabda, Dari Anas ra. Ia berkata:
Rasulullah
SAW pernah berkhutbah, dan aku belum pernah mendengarnya. Beliau bersabda:
“Andaikan kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit
tertawa dan pasti akan banyak menangis.” Anas berkata: Mendengar yang demikian
para sahabat Rasulullah SAW menutupi muka mereka sambil menangis terisak-isak.(H.R.
Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadis tersebut,
Rasulullah sebenarnya telah mengingatkan kepada kita untuk lebih banyak menangis.
Menangis yang dimaksud adalah menangis karena memahami kelemahan diri kita dan
mengenai keberadaan diri kita di dunia.
Sedangkan rindu, dalam kamus besar
bahasa Indonesia didefinisikan sebagai ‘Sangat ingin, berharap besar akan,
kepada; merasa ingin sekali bertemu, hendak pulang ke kampung halaman, dan
sebagainya.’
Rasa ingin, berharap terhadap
sesuatu seringkali kita rasakan terhadap hasrat-hasrat duniawi, seperti rindu
pada pasangan hidup, harta, tahta, dan ambisi-ambisi lainnya. Seperti halnya
kesedihan, rindu pun adalah suatu rasa yang amat wajar dimiliki manusia. Namun,
rasa rindu bisa pula terasa amat menyiksa apabila hal yang dirindukan tak bisa
jua ditemui atau dimiliki.
Rindu yang menggebu, jangan sampai
melenakan kita terhadap rindu pada hal-hal ukhrawi. Rindu yang tak berujung
selayaknya kita rasakan terhadap perjumpaan dengan Allah dan Rasul-Nya. Rindu merasakan
kebahagiaan berkumpul dengan orang-orang soleh, rindu akan kekhusyuan salat,
dan rindu pada kenikmatan melantunkan ayat-ayat cinta-Nya. Rindu yang tak
berujung pada hal-hal lain yang dapat mendekatkan diri kita kepada Sang
Mahakasih.
Hatiku
merayu rindu, kasihku pada-MU syahdu
Munajat
hamba pada-MU
Memohon
kasih sayang-MU
(Raihan)
Rindu, betapa aku merindukan rasa
rindu, rindu pada hal-hal yang mendekatkanku pada-Nya. Rindu akan kesedihan
apabila melakukan dosa dan larangan-Nya. Rindu pada munajat pada-Nya. Rindu
akan kenikmatan melakukan ibadah hanya untuk-Nya. Rindu akan keindahan merasakan
kekhusyuan dalam ibadah. Rindu akan harap dan pinta yang tiada henti atas
keridhoan-Nya. Rindu akan rasa ikhlas, syukur, dan bahagia bersama-Nya.
Rindu, akankah
kumemiliki rindu semacam itu…? Semoga!
Wallahu a’lam bishawab
0 komentar:
Posting Komentar