Oleh: Gemintang Halimatussa'diah
Baiklah, aku sudah memaafkanmu. Tak
ada lagi dendam di hatiku untukmu. Amarahku terhadapmu hilang sudah. Semoga kini
kau merasa lebih tenang dan takkan melakukan hal semacam itu lagi.
“Zira, kamu kenapa sayang?” tanyaku cemas. Namun, seperti yang
sudah-sudah, ia tetap bungkam dan terus meneteskan air mata tanpa suara sedikit
pun. Ya Allah, ada apa dengan putriku ini? Aku sungguh cemas, ini adalah
keempat kalinya ia pulang sambilmenangis tertahan seperti ini. Terlebih lagi, belakangan
ini ia sering tampak murung. Tak ada lagi sinar keceriaan yang tampak di
wajahnya. Zira, ada apa dengannya? Apakah dia berkelahi dengan temannya di
sekolah? Atau telah terjadi bullying yang dilakukan teman atau gurunya?
Sekelumit tanya terus menghantuiku.
Besoknya, aku sengaja mengantar Zira ke sekolah, sekalian menanyakan
beberapa hal kepada teman-temannya. Namun, teman-temannya mengatakan bahwa
tidak ada perkelahian ataupun bullying terhadap
putri semata wayangku itu. Aku juga sudah bertanya kepada beberapa guru, tapi
sia-sia, guru-guru pun mengatakan bahwa tidak terjadi apa-apa pada diri Zira. Aku
pun berbincang dengan Bu Aya, salah satu orang tua siswa. Ternyata, ia juga
mengalami hal yang sama, beberapa kali Aya, putrinya, menangis saat pulang
sekolah. Hmm..aku jadi semakin yakin bahwa ada sesuatu yang tak beres di
sekolah.
Aku sudah berusaha menyelidiki dengan bertanya kepada beberapa anak yang
lain, tetapi hasilnya nihil. Mereka semua bungkam, tak ada yang mau bicara. Orang
tua siswa yang lain juga terkesan tertutup setiap kali aku menanyakan perihal kondisi
anak mereka. Aku sungguh kecewa, tak ada petunjuk sama sekali yang kudapatkan. Aku
hanya mampu terduduk lemas di taman sekolah ini sambil terus berpikir dan
berpikir untuk mencari jawaban atas teka-teki ini.
“Bu Zira”, Sebuah suara memanggilku. Aku pun menengok ke arah sumber
suara.
“Eh, Danish..Ada apa, Nak?” tanyaku pada sumber suara yang ternyata
adalah Danish, teman putriku.
“Bu, saya ingin…cerita…” ucapnya terpatah. Ia tampak ragu-ragu.
“Bu, saya ingin…cerita…” ucapnya terpatah. Ia tampak ragu-ragu.
“Ada apa Danish? Ayo cerita..” pintaku sambil tersenyum. Aku tak ingin
membuatnya merasa lebih tegang.
Dari Danish, aku mendapatkan informasi yang sangat penting. Katanya ia
sering melihat Pak Setyo, yang merupakan kepala sekolah SD Permata ini, melakukan
hal-hal yang tidak senonoh kepada siswi sekolah ini. Ia pernah melihat Pak
Setyo sedang meraba bagian tertentu dari tubuh Zira. Ternyata hal itulah yang
menjadi penyebab Zira sering menangis sepulang sekolah. Sejak saat itu, aku
bertekad mengajak rekan orang tua murid lain untuk menuntut Pak Setyo ke pengadilan
atas perbuatannya itu. Sementara itu, dalam beberapa hari kemudian aku melarang
Zira untuk masuk sekolah.
Selang seminggu kemudian, Bu Aya, satu-satunya orang tua siswa yang mau
mengajukan tuntutan atas perbuatan keji Pak Setyo, malah membatalkan
tuntutannya. Aku sungguh merasa kecewa dengan pilihannya itu. Aku benar-benar
sendirian kini, tapi tak ada aku tetap berusaha memperjuangkan keadilan demi
putriku. Pak Setyo sendiri merasa amat berang dengan perbuatanku. Ia tidak
terima dengan tindakanku dan melakukan hal yang lebih keji lagi. Ia menculik
Zira putri kesayanganku itu.
Aku sungguh tak dapat menerima hal itu. Aku berusaha keras mencari Zira
ke mana-mana, sampai akhirnya, pada malam yang dingin dan sepi, aku langsung
menuju rumah Pak Setyo. Di sana, aku tak mampu lagi menguasai diri. Begitu menemukan
sosok Pak Setyo, aku langsung menanyakan keberadaan putriku. Ia malah
berpura-pura tak mengerti apa yang kubicarakan. Khilaf, secepat kilat aku
mengunuskan pisau dapur yang baru saja kutemukan di atas kulkas, ke perut Pak
Setyo. Entah berapa kali aku menusukkannya. Berkali-kali, terus-menerus hingga
terasa amarahku teredakan.
Baiklah, aku sudah memaafkanmu. Tak
ada lagi dendam di hatiku untukmu. Amarahku terhadapmu hilang sudah. Semoga kini
kau merasa lebih tenang dan takkan melakukan hal semacam itu lagi.
6 komentar:
weks... khusus untuk 21++ nih...
bagi pembaca yang belum cukup usia, baca postingan yang lain aja ya...
don't try this at anywhere
Wew..
Iya iya..untuk don't try it anywhere. It's very very dangerous..ho ho..
Cerita ini belum selesai sbnrnya,msh banyak perbaikan. Malah endingnya ternyata Danish itu sbnrnya tdk ada..putrinya juga tdk hilang..jadi sbnrya si ibu hanya berimajinasi..itu hanya ada dlm pikirannya. Si ibu menderita skizofrenia..hihihihi
ouh begitu... peran danish, cuman sampai situ doank -__-"
Ya..begitulah..heu2.. :P
Di lain kesempatan mngkn bisa ada peran yg lbh besar. Mungkin loh ya..heu2.. ^^v
danish hanyalah sosok halusinasi, sebenarnya makhluk apa dia? tunggu episode selanjutnya ya ^^..
Jiah..bukannya makhluk halusinasi, tapi dy sbnrnya emng gak ada..cm ada dlm pikirannya si ibu itu aja...heu2..
Yo wess,,tunggu episode berikutnya..mungkin dia..maklhuk...halus...hiiiiiyyyy...
Posting Komentar