Oleh: Gemintang Halimatussa'diah
Meski malam ini aku tak dapat menatap sinarnya, di hatiku keberadaannya tak akan pernah pudar. Ialah satu-satunya bintang yang dengan setia menatapku penuh kasih sayang. Ia juga satu-satunya bintang yang mau membagikan kisahnya kepadaku. Tak seperti para bintang lainnya yang selalu angkuh karena kecantikan kerlip yang mereka miliki.
Aku jadi teringat lagi akan kenangan itu,
“Awan, kenapa kau tampak bersedih?” Begitulah tanyanya lembut ke arahku
suatu ketika. Aku sungguh merasa kaget. Tak kusangka sang bintang yang biasanya
angkuh, malah bersedia menyapaku lembut seperti itu.
Di tengah kebingunganku akan sikap lembut si bintang yang satu ini, aku
mencoba menjawab,
“Angin lagi-lagi membawa ibuku pergi jauh entah ke mana. Aku tak lagi
tahu bagaimana kabarnya. Apakah ia masih terombang-ambing terseret angin,
ataukah ia sudah lenyap digerus hujan. Aku sungguh tak tahu keberadaannya. Padahal,
aku sangat merindukannya.” Aku tertunduk sedih.
“Oh, begitu, ya? Sabar ya awan, ya memang begitulah nasib kita, amat
bergantung pada alam. Keberadaanku pun tak luput dari kuasa-Nya yang mengatur
alam semesta ini.” Ia mencoba menghiburku. Kata-katanya barusan terasa lembut
menyentuh hatiku, cahayanya jadi tampak kian cantik saja. Ah..bintang..aku jadi
terpesona padamu, pantaslah manusia di bumi sana begitu memuja kemolekanmu.
“Terima kasih bintang, kamu baik sekali mau menghiburku. Tidak seperti
bintang lainnya yang terlihat angkuh. Kalau boleh tahu siapa namamu?” tanyaku
penasaran.
“Aku Orion. Namamu siapa?” tanyanya lagi. Wah, ditanya begitu, aku jadi
merasa deg-degan. Mmm, rupanya ia memang ingin berkenalan denganku.
“Aku Kidung.”
“Oh ya Kidung..tahukah kau mengapa para bintang terlihat angkuh pada
kalian para awan? Itu karena para awan seringkali menutupi kecantikan sinar
kami, sehingga kami jadi tak terlihat oleh manusia dari bumi.” Ia menjelaskan
dengan kata-kata lembut yang masih memesona.
“Oh..jadi begitu ya? Aku baru tahu sekarang..” Ya, aku sungguh baru
tahu, ternyata begitulah alasan mengapa bintang sering kali angkuh terhadap
kami para awan. Sekali lagi, alamlah yang menjadikan kami seolah bermusuhan. Tapi
aku sangat terkesan pada keluhuran hati Orion yang seolah tak mempermasalahkan
hal itu.
Sebenarnya, aku masih ingin sekali mengobrol dengannya, satu-satunya
bintang yang mau menyapaku ini, tapi tiba-tiba saja segerombolan angin datang
menghampiriku. Mereka mendorong dan menyeretku, sehingga aku terombang-ambing
entah ke mana. Sepintas, aku masih dapat melihat kekhawatiran di wajah Orion, ia
terus melihat ke arahku seolah ingin membantu. Tapi angin tak memedulikan hal itu. Tanpa
memikirkan perasaanku, ia terus saja menyeret tubuhku entah ke mana.
Hingga di sinilah aku kini, di tempat yang sama sekali asing dan sepi
bagiku. Tak ada satu pun bintang di sini. Apakah saudaraku para awan telah
menutupi keberadaan mereka rapat-rapat? Hmm.. Aku pun kembali tertunduk sedih.
Namun kemudian, aku jadi kembali teringat pada kata-kata lembut Orion,
bintangku, yang masih terasa jelas terngiang. Juga pada kerlip cahayanya yang
demikian memesona. Demi keindahan itu, aku pun bertekad, seburuk apa pun
keadaanku kini, aku akan terus bertahan, dan tetap tegar melewati hari-hari ke
depan.
Semoga saja kelak, aku dapat bertemu lagi dengan Orion, sang bintang di
hatiku…
0 komentar:
Posting Komentar