Oleh: Gemintang Halimatussa'diah
“Assalamu’alaikum, Ara!” seru Frhyza sambil mengetuk pintu amar kosnya berulang kali. Akan
tetapi, tak terdengar sahutan dari dalam. Ia pun mengulangi salamnya. Namun,
tak jua ada jawaban.
“Ara! Ara! Kamu ada di dalam? Ara, bukain pintu, dong!”
“Astaghfirullah,
Ara! Apa-apaan sih kamu?!” bentak Frhyza seraya mencegah Ara. “Ngapain sih
kamu, Ra? Kamu mau bunuh diri? Iya?! Kenapa Ra! Kenapa?!” lanjut Fhryza kesal
sambil mengguncang-guncang tubuh Ara yang sudah berdiri tegak dengan pandangan
kosong. Lalu, Frhyza menarik tangan Ara untuk masuk dan mendudukkannya di
kursi. Ia mencoba meredam suasana yang terasa kacau dan tak karuan itu.
“Ra, kamu sebenernya kenapa, sih?
Cerita dong sama aku.”
Ara sudah tampak menyadari
keberadaan Fhryza. “Aku cuma.. aku ngga tahu Za, aku frustasi, aku putus asa,
hatiku sakit Za, aku…” Dengan emosi yang membuncah, Ara berusaha bicara, tapi
hatinya sudah terlalu hancur. Ia bahkan tak sanggup untuk berkata-kata.
“Tenang, Ra, tenang. Aku ambilin
minum ya, Ra” Fhryza berusaha menenangkan. Ia pun memberikan segelas air putih
kepada Ara yang masih terisak. Setelah cukup tenang, ia mulai bercerita.
“Aku sedih banget, Za, aku kecewa
banget! Adit, dia… dia mengkhianati cinta aku, Za!”
“Apa? Jadi, kamu frustasi, kecewa,
sampe mau bunuh diri segala itu cuma karena Adit, Ra?”
“Bukan cuma itu, Za.. masalahnya dia tuh selingkuh sama Endita
sahabat aku, Za.”
“Endita? Ya ampun.. kok tega banget
ya dia?”
“Justru itu, Za.. aku kecewa banget.
Aku ngerasa ngga berarti, ngga berharga. Aku merasa seperti sampah. Padahal
selama ini aku cinta dan sayang banget sama Adit.”
“Yah… begitulah cinta, ada manis,
tapi juga ada pahit. Ada senang, tapi juga ada sedih dan kecewa. Tapi kamu ngga
perlu merasa seperti sampah, Ra. Kamu tahu, ngga? Sebenernya ada loh yang
mencintai kita apa adanya. Ia bahkan tak pernah lupa memberi, meskipun kita
seringkali melupakannya. Ia tak pernah meninggalkan kita dalam keadaan apa pun,
meskipun kita seringkali meninggalkannya. Cintanya adalah cinta sejati, ia
takkan pernah mengkhianati kita, takkan pernah menyakiti.”
“Siapa Za, siapa yang memiliki cinta
seperti itu?”
“Dialah Allah, Ra. Apa kamu pernah
mendengar Dia meninggalkan kita? Apa pernah sehari pun IA lupa mengoperasikan
jantung kita untuk memompa darah? Apa IA pernah lupa sedetik saja mengatur
helaan nafas kita? Ngga pernah kan, Ra?”
Ara terdiam sejenak. Ia menyadari
bahwa apa yang disampaikan oleh Fryzha barusan memanglah benar. “Selama ada
Allah, kamu ngga akan pernah kesepian, kamu ngga akan pernah sendirian. Dan
kamu, adalah hamba yang amat dikasihi-Nya. Kamu bukan sampah, Ra.”
Kata-kata Fhryza barusan membuat Ara
merasa sedikit terhibur sekaligus terenyuh. Ia kini baru saja menyadari bahwa
ia adalah seorang hamba yang selalu dinantikan keberadannya oleh Tuhannya.
Sayup-sayup terdengar suara azan. Ara pun mengajak Fhryza untuk shalat
berjamaah. Ia ingin sekali segera bertemu dengan Sang Mahacinta, yang selalu
menatapnya dengan penuh cinta dan selalu menantinya untuk kembali pada-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar