Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

RINDU RAISA

Oleh: Gemintang Halimatussa'diah

“Hei, anak SN! Cepet turn on the light!” Dengan gaya sok kuasa, Ali memerintah kepada seorang siswi. Yang diperintah, awalnya hanya diam saja sambil menengok ke  arah Ali.
“Ehh..kalau gak mau, berarti loe gak ngerti bahasa Inggris! Hayoooo…!” Ali kembali memerintah dengan sikap sok kuasanya. Siswi yang disebut “anak SN” itu lantas bangkit dan menyalakan lampu kelas sesuai perintah.
Sebagai siswi baru di SMA Biru Langit ini, aku masih belum paham dengan istilah SN yang disebut Ali. Setelah lebih dari seminggu bersekolah, barulah aku mengetahui kalau SN itu adalah singkatan dari Special Need. Ya, itu adalah istilah untuk anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sini. Memang, sekolah kami ini adalah sekolah inklusif, yang berarti terbuka untuk siapa saja, termasuk siswa yang memiliki keterbatasan fisik maupun mental. Sayangnya, hal tersebut malah menciptakan timbulnya diskriminasi di sekolah ini. Ya itu tadi, ada istilah anak SN segala untuk menyebut mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Biasanya, mereka juga dijauhi oleh teman-teman.
Saat sedang asyik menulis catatan, hapusanku terjatuh, menggelinding, dan berhenti di kaki kursi milik Raisa, siswi yang tempo hari disebut sebagai anak SN oleh Ali. Ia mengambilkan hapusan itu dan menyerahkannya padaku.
“Terima kasih.” ucapku sambil tersenyum. Ia hanya balas tersenyum lalu kembali ke kursinya. Hmm..dia memang pendiam sekali. Aku pun jadi tertarik untuk lebih dekat dengannya. Jujur  saja, sejak dulu aku sudah menyukai psikologi dan bercita-cita untuk kuliah di jurusan itu. Itulah sebabnya, aku ingin tahu lebih banyak tentang Raisa.
Istirahat jam pertama siang itu, aku mengajak Raisa untuk ke kantin bersama. Ia hanya menggeleng lalu berkata, “Saya mau ke musolah.”
Aku mengernyitkan dahi. “Mau ngapain?” tanyaku heran.
“Solat Dhuha.” jawabnya singkat sambil melanjutkan langkahnya. Aku pun mengikutinya ke musolah. Kebetulan di sana sudah tersedia mukena, jadi aku bisa ikut solat Duha bersama Raisa.
Raisa memang tidak banyak bicara, namun entah mengapa aku merasa nyaman bersamanya. Saat tahu ia ikut rohis sekolah, aku pun memutuskan untuk bergabung di organisasi itu. Alhamdulillah, sejak ikut rohis, aku jadi lebih banyak tahu tentang agama. Lebih dari itu, aku jadi memiliki banyak teman. Di sini, tak ada diskriminasi, pantas saja Raisa sangat betah berada di sini. Aku pun merasakan hal yang sama. Selain tambah ilmu dan teman, kami juga bisa tambah pengalaman dengan mengikuti berbagai kegiatan yang positif.
Sejak saat itulah, kami bersahabat baik. Dalam diamnya, senyuman manisnya, dalam uluran tangan yang selalu siap terbuka, dalam kebersamaan belajar, kami..entah mengapa..kemudian menjadi sahabat baik yang saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Sebuah persahabatan yang terukir sangat indah, yang insyaAllah memperoleh penilaian baik pula di mata-Nya.
Sejak lulus kuliah dan kini menikah, aku sudah jarang bertemu dengan Raisa. Tapi syukurlah, hingga kini aku masih menyimpan nomor ponselnya. Sempat terasa sepi di dalam hati tiap kali aku merindukan kehangatan senyum dan kebaikan hatinya. Terlebih lagi, hingga usia kami yang menginjak 29 tahun kini, Raisa masih juga belum memiliki pendamping hidup.
Hmm..lantas bagaimana ia menjalani hari-harinya kini? Apakah ia merasa kesepian? Galau dan resah? Ah, aku yakin tidak, karena dia adalah Raisa, sahabatku yang demikian mampu mengelola hati dan perasaannya, sebagai anak yang dicap SN atau berkebutuhan khusus. Dari kejauhan, aku hanya dapat mendoakan semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik untuknya, untuk sahabat terbaikku Raisa, yang telah membawaku menuju jalan kebaikan, jalan yang insyaAllah selalu diridhoi-Nya. Aamiin.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

KAWANS ^^

Entri Populer