Oleh: Gemintang Halimatussa'diah
Puisi karyaku dimuat di mading kampus! Wah, senangnya!
Tapi tunggu, kenapa nama penulis puisi yang tertera di situ adalah Yayah?
Bukannya namaku? Hmm… lagi-lagi dia, Yayah, teman sekelas yang memiliki nama
sama denganku! Huh…!
Pernahkah
kau bertemu dengan seseorang yang memiliki nama sama denganmu? Mungkin saja
pernah, atau bahkan sering. Ya, bagi sebagian orang memiliki nama sama dengan
orang lain mungkin hal yang lumrah. Namun, bagaimana jika kau merasa dibanding-bandingkan
dengan orang tersebut? Terlebih lagi ternyata orang itu memang jauh lebih baik darimu.
Tentu akan terasa tidak nyaman kan?
Ya,
sewaktu kuliah, pertama kali dalam hidupku bertemu langsung dengan orang yang
memiliki nama sama denganku, ya si Yayah itu. Kami bahkan satu kelas. Seperti
yang kubilang, ia memiliki jauh lebih banyak kelebihan dibanding aku. Dia lebih
cantik, ramah, menyenangkan, pintar, dan solehah! Sungguh sosok yang
mengagumkan! Awalnya, tentu saja aku merasa iri padanya karena kelebihan-kelebihannya
itu. Hampir semua teman, dosen, kakak kelas, lebih mengenal dia daripada aku.
Nilai-nilainya juga seringkali lebih baik dibandingkan aku. Aku sempat merasa
seolah terkungkung dalam bayang-bayang dirinya yang serbasempurna itu.
Namun,
memang harus kuakui bahwa dia adalah gadis yang baik dan memesona. Aku dapat
merasakan kebaikan-kebaikannya itu terhadap diriku. Dia banyak menolongku
terutama dalam hal belajar lebih banyak tentang Islam dan bagaimana menjadi
muslimah yang baik. Selain itu, aku juga mengetahui sebuah fakta tentang
dirinya, bahwa ia sebenarnya tak sesempurna itu, ia memiliki masalah keluarga
yang cukup kompleks. Sesuatu yang membuatnya tampak rapuh dan cukup
menyedihkan. Aneh memang bahwa terkadang mengetahui kelemahan seseorang,
terutama orang yang kita anggap sebagai rival, dapat terasa cukup melegakan.
Aku
jadi teringat dengan peribahasa yang mengatakan rumput tetangga selalu terasa
lebih hijau dibanding rumput di halaman sendiri, yang agaknya memang cukup
tepat menggambarkan perasaanku terhadap Yayah dulu. Ya, aku menyadari itu.
Karena itulah, belakangan aku mencoba berdamai dengan kenyataan bahwa dia
memang memiliki banyak kelebihan dibanding aku. Meski demikian, bukan berarti
tak ada yang dapat dibanggakan dari diriku, loh. Setiap orang tercipta dengan
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Aku pun mulai memahami hal itu usai
mengetahui kenyataan mengenai keadaan keluarganya itu.
Setelah
aku mengetahui lebih banyak tentang dirinya, termasuk kekurangannya, kekagumanku
tak berkurang sedikit pun kepadanya. Ia tetaplah sosok yang mengagumkan dan
menginsiprasi kehidupanku. Padanya aku banyak belajar tentang ajaran Islam yang
tak kuketahui sebelumnya, tentang bagaimana belajar di perkuliahan, juga aktif
dalam berbagai kegiatan organisasi di kampus. Selanjutnya, kami menjadi semakin
akrab, bahkan sering belajar bersama tiap kali menjelang ujian.
Kini,
saat aku kembali mengenangnya, aku jadi merasa begitu merindukan dirinya. Ya,
ia memang sempat menjadi rivalku, tapi tetap saja dirinya telah banyak
menginspirasi kehidupanku. Meski rumput di halamanku tak sehijau rumputnya, aku
tetap merasa bersyukur dengan keadaan diriku yang apa adanya. Aku juga
bersyukur karena sempat mengenal dirinya sebagai rival sekaligus teman baikku.
0 komentar:
Posting Komentar