Penulis : Riawany Elyta
Penerbit : Bukune
Tebal : 258 halaman
Tahun terbit : 2011
Katanya, cinta tidak pernah mengajarkan kita
untuk menjadi lemah. Tak peduli siapa yang lebih mencintai, jika itu mampu
menguatkan dan mendorong kita untuk ikhlas menghadapi apa pun, itulah cinta
yang harus kita pilih.
Sepenggal paragraf
yang saya nukil dari novel ini, rasanya sudah dapat memberitahukan kepada kita
bahwa novel ini memang berbicara tentang cinta. Namun, cinta seperti apa yang
coba diangkat penulis dalam novel ini? Cinta yang ikhlas, tulus, dengan aneka
warnanya…
Pertama kali saya
membaca novel ini saya langsung merasa bahwa gaya penulisan novel ini
mengingatkan saya pada novel-novel karya Mira W, Marga T, dan lainnya. Cerita
terasa demikian mengalir dengan kekayaan kosa kata yang amat memikat.
Kisah dalam novel ini
diawali dengan kepindahan Icha sang tokoh utama, dari apartemen bibinya—Bibi Salma—yang penuh dengan pertengkaran, ke sebuah rumah kost kecil. Dua tahun
kemudian, Icha dititipi anak dari Hazrie dan Aida—sepupu Icha sekaligus anak
Bibi salma—yang telah bercerai. Aida sedang tersangkut kasus hukum sementara
Hazrie berusaha dirahasiakan fakta bahwa dirinya adalah ayah dari Camelia.
Cerita mulai terasa
lebih menarikketika Hazrie jadi rajin mengunjungi Camelia yang notabene tengah
berada dalam asuhan Icha tersebut. Timbul percik-percik cinta di hati mereka
berdua. Namun,Icha merasa masih banyak hal yang ditutupi oleh Hazrie dari
dirinya. Entah mengapa, sosok Hazrie jadi terasa demikian misterius di matanya.
Puncak dari rasa kesalnya terhadap Hazrie adalah ketika ia melihat Hazrie
sedang berada di sebuah diskotek. Ia sama sekali tak menyangka sebelumnya bahwa
Hazrie adalah orang semacam itu. Ia pun jadi malas berhubungan lagi dengan
Hazrie sampai ia berangkat ke Pangkal Pinang, kampung halamannya ketika
liburan.
Di sana, ia bertemu
lagi dengan Azizi yang merupakan kawan masa kecil yang ternyata telah lama menaruh
rasa padanya. Untuk beberapa saat, hati Icha sempat goyah sampai pada akhirnya
ia menononton CD Room yang dikirim Hazrie dari Jakarta. Dari CD Room itulah
sedikit demi sedikit rahasia pun mulai terungkap. Rahasia apa sajakah itu?
Penasaran? Langsung saja kita cari tahu di novelnya.
Dalam novel ini, sudut
pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama namun dari dua tokoh
yang berbeda, yaitu dari sisi Hazrie dan Icha. Yang membedakan kedua tokoh
tersebut adalah dari jenis font tulisan. Awalnya, saya merasa cukup bingung
dengan sudut pandang tersebut, namun kemudian akhirnya saya dapat membedakan
mana Hazrie dan mana Icha yang sama-sama menyebut tokohnya dengan kata “aku”.
Meski bergenre novel
romantik, cerita dalam novel ini dapat memberikan kita penceraham tentang
pengorbanan, cinta, dan kebaikan-kebaikan yang kita lakukan tentu akan berbalas
kebaikan pula. Selain itu, banyak pula pelajaran yang dapat kita petik dari novel
ini. Yang pasti, tidak akan rugi kita membaca novel ini. Tidak percaya? Coba
saja buktikan sendiri!
Resensator: Gemintang Halimatussa'diah
Resensator: Gemintang Halimatussa'diah
0 komentar:
Posting Komentar