Oleh: Gemintang Halimatussa'diah
Kutatap penuh haru senyuman bintangku
bersama bulan barunya. Ia tampak begitu bahagia hari ini, wajahnya tak
henti-hentinya menyunggingkan senyum, bahkan terkadang tertawa lebar. Jujur,
aku pun merasakan kebahagiaannya, tapi entah mengapa tetap ada setitik rasa
sedih karena harus berpisah dengan putraku satu-satunya itu.
Acara pernikahan Bintang, putraku,
dan Purnama istrinya hari ini berlangsung hikmad, sederhana, namun terasa
begitu berkesan buat kami. Ia mengambil tema garden party, jadi kami bisa merasakan sejuknya suasana malam yang
sendu. Dan lihatlah ke atas sana, malam yang dipenuhi bintang dan ditemani
senyuman bulan sabit, seolah memperlihatkan bahwa taman langit pun turut
berbahagia dengan pernikahan ini.
Ketika tamu-tamu sudah mulai meminta
izin pulang, Bintang mendekatiku.
“Ibu, meski sejak tadi ibu tak
berhenti tersenyum, aku merasa ibu sedang memendam kesedihan,” ucapnya sambil
meletakkan tangannya di lenganku, “ibu, apapun yang terjadi, percayalah bahwa
ibu tetaplah bulan nomor 1 di hatiku, purnama dengan cahaya paling benderang yang
menyinari seluruh ruang dalam hatiku.” Kembali ia mengatakan kata-kata itu
untuk menghiburku.
Mendengar perkataan putra semata
wayangku itu, mau tak mau aku jadi tersenyum.
“Iya, bintangku, ibu tahu. Tapi tetap
saja ibu merasa kehilanganmu, Nak. Meski begitu percayalah, ibu adalah orang
yang paling bahagia dengan pernikahanmu ini.” Sambil tersenyum aku memegang
tangannya yang menyentuh lenganku. Segera saja muncul senyum mengembang di
wajah bintangku itu. Kami bersitatap dalam senyum penuh arti. Senyum yang
memperlihatkan kasih sayang yang tak kan usang oleh berbagai perubahan hidup.
Kemudian, Purnama dan suamiku
mendatangi kami.
“Wah, sepertinya lagi ada adegan
sinetron di sini..” Seolah tahu kegundahan hatiku, suamiku malah mencandai
keadaan ini. Kontan aku, Bintang, dan Purnama tersenyum mendengarnya.
“Tenang saja, Ma, Pur pasti akan
menjaga Bintang dengan baik. Takkan Pur biarkan cahaya gemilangnya memudar. Terlebih
lagi, cahaya itu tetap harus selalu tertujukan untuk dua bulan yang cantik,
mama dan aku.” Sebuah senyuman manis tersungging di pipi Purnama.
“Iya, Pur, mama percayakan bintang
mama padamu, ya. Oya, kalau dia masih males bangun pagi, langsung lempar aja
kucing ke tempat tidurnya. Dijamin deh, dia pasti langsung seger.”
“Ya iyalah, Ma, bukan cuma seger,
tapi juga loncat-loncat merinding ketakutan. Dia kan takut banget sama kucing. Ha
ha ha!” Suamiku menambahkan.
Semua yang mendengar celotehan kami
ikut tertawa, kecuali Bintang yang sedikit bermuka masam mendengarnya.
“Ah, papa sama mama, buka-buka
rahasia aja, nih!” ujarnya manja, lalu ikut tertawa juga bersama kami.
Dalam tawa dan keakraban yang terasa
hangat itu, kutatap lagi Bintang dan Purnama, mereka memang pasangan yang amat
serasi. Ibarat makanan, mereka layaknya cokelat dan krim yang paduannya terasa begitu
manis dan lembut.
Malam yang dipenuhi bintang-bintang dan ditemani senyuman manis bulan sabit ini, memang terasa menjadi malam yang amat membahagiakan bagi kami. Dalam hati aku berdoa, semoga Allah
meridhoi pernikahan ini dan memberkahi kehidupan rumah tangga mereka hingga ajal-Nya
menjemput.
Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar