Penulis :
A. Fuadi
Penerbit : Gramedia
Tahun terbit :
2011
Mungkin banyak dari teman-teman yang sudah tak asing
dengan novel ini atau bahkan sudah membacanya. Yup..! Novel ini merupakan
sekuel dari novel 5 Menara yang
kabarnya akan diangkat layar lebar. Novel terkenal ini memang sangat menarik.
Cerita Alif, sang tokoh utama seringkali membuat saya merasakan de javu..
beberapa peristiwa yang dialami tokoh ada sedikit kemiripan dengan peristiwa yang
pernah saya alami.
Novel ini diawali dengan kisah Alif yang berjuang
keras belajar mati-matian untuk dapat lulus UMPTN. Dengan kerja kerasnya itu, akhirnya
ia pun lulus di jurusan HI UNPAD. Ia amat bersyukur bisa lulus UMPTN meskipun
bukan di jurusan yang diinginkannya—Jurusan penerbangan ITB.
Kisah yang paling menarik adalah pada bagian dimana
ayah Alif harus berpulang ke rahmatulloh ketika ia sedang menimba ilmu di
perantauan, Bandung. Sejak saat itu, ia harus menjalani kehidupan yang amat
prihatin..harus hemat sehemat-hematnya, dan mulai bekerja keras dari pagi
hingga malam demi dapat terus bertahan hidup dan kuliah di Bandung.
Kisah selanjutnya adalah mengenai penderitaan hidup
Alif yang berdagang dari pintu ke pintu namun dagangannya masih belum laku, ia
pun harus pasrah saja ketika dua orang perampok mengambil paksa uang modal
dagangnya. Beruntung sepatu pemberian ayahnya yang diberi nama “Si Hitam” tidak
jadi diambil oleh perampok itu. Pulang dari berdagang tanpa hasil itu, ia pun
menderita sakit tipus. Pada titik inilah Alif mulai berputus asa dan berkeluh
kesah akan nasib yang begitu menyedihkan yang selama ini bertubi-tubi
menderanya.
Sebuah siaran radio kemudian mengingatkannya pada
pepatah Arab,”Man shabaro zafira” siapa yang bersabar ia akan beruntung..” ia
pun jadi teringat dengan kata-kata Kiai Rais gurunya di Pondok Madani yang
pernah berujar:
Yang namanya dunia itu ada
masa senang dan masa kurang senang. Di saat kurang senanglah kalian perlu
aktif. Aktif untuk bersabar. Bersabar tidak pasif, tapi aktif bertahan, aktif
menahan cobaan, AKTIF MENCARI SOLUSI. Aktif menjadi yang terbaik. Aktif untuk
tidak menyerah pada keadaan. Kalian punya pilihan untuk tidak menjadi
pesakitan. Sabar adalah punggung bukit terakhir sebelum sampai di tujuan.
Setelah ada di titik terbawah, ruang kosong hanyalah ke atas. Untuk lebih baik.
Bersabar untuk menjadi lebih baik. Tuhan sudah berjanji bahwa sesungguhnya Dia
berjalan dengan orang yang sabar.
Sejak saat itu, semangat Alif mulai kembali
meletup-letup. Ia mulai mengingat-ingat kembali kombinasi antara rumus sakti
“Man jadda wa jadda” dan “Man sahabaro zafira”. Dengan kedua rumus itu, ia
meyakini diri akan mampu melewati segala aral melintang. Benar saja, sejak sembuh
dari sakit, ia mulai belajar keras untuk menulis dan mulai menghasilkan uang
melalui menulis di berbagai media. Bukan itu saja, ia pun akhirnya berhasil mewujudkan
mimpinya yang lain, yaitu menapakkan kaki ke benua Amerika, tepatnya Kanada, melalui
program pertukaran pelajar.
0 komentar:
Posting Komentar