Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MENANTI SANG PENYEMBUH LUKA


Oleh: Gemintang Halimatussa’diah

“Dia sudah menikah El..untuk apa lagi kautangisi?”

Kembali Mbak Bulan mengingatkanku akan statusnya dan posisiku yang bisa saja terjatuh sebagai orang ketiga. Namun, lebih dari sekadar kata orang ketiga, perasaanku pada Beni adalah sebuah perasaan yang amat dalam. Perasaan ini bukanlah sesuatu yang berbilang bulan atau sekadar bermain api. Cintaku padanya benar-benar tulus dan dalam, jauh sebelum Beni mengenal Nahla, istrinya kini.


“Tapi El, seberat apa pun keadaanmu, kamu nggak boleh menyerah pada perasaanmu. Otakmu yang harus lebih kauturuti. Dia sudah memiliki istri, yang juga adalah sahabatmu sendiri, bagaimana bisa kau masih berharap untuk kembali padanya? Tidakkah perbuatanmu itu sangat kejam, El?” Lagi-lagi Mbak Bulan menyudutkanku. Ia sama sekali tidak bisa memahami apa yang tengah berkecamuk dalam hatiku.

Aku tahu betul, Mas Ben menikahi Nahla hanya karena terpaksa menuruti keinginan hati orang tuanya. Hatiku mampu merasakan betapa ia masih sangat mencintaiku. Begitu juga dengan Nahla ia sebenarnya tidak menaruh perasaan pada Mas Ben. Ia mau menikah dengan Mas Ben hanya untuk membahagiakan orang tua. Bahkan, ia pernah mendatangiku sambil menangis terisak begitu tahu bahwa ia akan dijodohkan dengan Mas Benku, pria yang amat kucintai.

Tak mampu kulukiskan bagaimana perasaanku saat mendengar bahwa mereka akan segera menikah. Mungkin satu rasa yang tepat adalah, mati rasa! Bunuh diri, itu adalah satu-satunya hal yang ada dalam pikiranku saa itu. Namun, tentu saja aku tidak akan melakukannya. Aku masih cukup sadar untuk berpikir bahwa aku masihlah dibutuhkan oleh keluarga besarku.

Haruskah merasa salah didiriku
Bila mencintaimu yang telah berdua
Seolah aku perawan cinta yang haus kasih
Ku hanya mencoba bermain api
Namun sulit akhirnya aku padamkan
Hati kecilku mengatakan ini harus diakhiri
Sering kudengar suara-suara
Bisik menyalahkan diriku
Bila aku jadi pasanganmu
Pasti merana

Ya, selama beberapa lama, aku harus hidup dalam bayang-bayang cintaku yang tak kesampaian. Sering kudengar orang-orang menghakimi perbuatanku yang masih suka mendatangi Mas Ben di kantornya secara diam-diam. Pedih. Hingga rasaku berujung pada keputusan: sudah saatnya ini untuk diakhiri.

Pedih kuarungi waktu dalam kehampaan rasa yang meraja usai betul-betul berpisah darinya. Sampai akhirnya Vera datang dalam dalam kehidupanku, dia memperkenalkanku pada Mbak Rani, seorang akhwat yang amat bersahaja. Gamis panjang dan jilbab lebarnya, menambah keanggunan parasnya yang tampak manis itu. Sejak mengenalnya dan Vera, hidupku secara perlahan mulai terasa berwarna. 

Aku pun sedikit demi sedikit mampu menghapus rasa cintaku yang amat dalam pada Mas Ben. Mbak Rani dan Vera adalah tempat curhatku yang paling nyaman dan terasa amat menyembuhkan.  Semoga saja, kepedihanku ini akan mampu pulih kembali, hingga aku menemukan cinta sejati, yang akan menyembuhkan lukaku dan menjadi sandaran hati yang paling setia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

KAWANS ^^

Entri Populer