Oleh: Gemintang
Halimatussa’diah
Saya tidak pernah demikian merasa tersentuh atau terikat batin dengan
sebuah film sebelumnya. Sampai akhirnya, novel favorit saya “Ketika Cinta
Bertasbih” (KCB), dijadikan film. Wah, mendengar kabar novel itu akan difilmkan
saja, sudah membuat jantung saya berdebar-debar. Bagaimana tidak? Novel
karangan Habiburrahman El Shirazy itu adalah novel pertama yang sukses membuat
saya menangis ketika membacanya di angkot. Hmm..malu sih sebenarnya, untung
saja waktu itu tidak ada yang melihat.
Demi menonton film itu, saya pun bela-belain
unuk menontonnya di bisokop. Maklum,
saya ini jarang sekali menonton film di bioskop. Selain memang tidak ingin
mengeluarkan uang untuk hal yang menurut saya bersifat tersier, saya juga sangat selektif memilah film yang whorted untuk ditonton dengan
mengeluarkan uang.
“Hmm..sepertinya bakal ngantre ni kalau mau nonton film KCB, Kak. Kita
harus cari strategi supaya nggak ngantre nanti pas mau nonton,” ucapku pada Kak
Zira.
“Berarti kita harus pilih hari yang jarang orang nonton di bioskop!” Kak
Zira menimpali sambil terus berpikir keras.
Akhirnya, kami sepakat untuk izin kerja
pada hari Senin, khusus hanya untuk menonton film favorit kami itu. Kami
sengaja berangkat pagi-pagi supaya nanti tidak harus mengantre. Syukurlah,
ternyata hari Senin pagi sekitar pukul 10.00 WIB, teater 21 di Mal Cinere
tempat kami menonton film itu memang masih sepi. Puas sekali rasanya bisa
menonton film itu pada posisi duduk yang pas, di tengah, dan dalam keadaan sepi
seperti itu.
Pada adegan di mana lamaran tokoh Azam kepada Anna Althafunisa yang
disampaikannya melalui Ustad Mujab ditolak, Kak Zira sempat berlinang air mata.
Lamaran itu ditolak karena saat itu Azzam hanyalah mahasiswa S-1 yang juga
berprofesi sebagai tukang bakso. Tentu saja Ustad Mujab merasa Azzam tidak
pantas untuk Anna yang mer upakan mahasiswi S-2, juga anak dari seorang
pengasuh pesantren di Indonesia. Ya, adegan itu memang terasa mengharukan. Aku
pun seolah dapat merasakan bagaimana perasaan Azzam saat lamarannya itu
ditolak.
Meskipun film tersebut terkesan sederhana, menurut saya ada kekuatan
lain yang membuat saya menyukai film tersebut. Ya karena terdapat banyak hal
yang mampu membuat saya tersentuh dan membuat saya seolah dapat merasakan apa
yang dirasakan para tokohnya. Akting pemainnya juga terasa natural, dan mampu
membangun keterikatan batin dengan penontonnya, termasuk saya.
Sebab itulah, ketika novel KCB 2 kemudian dibuat filmnya juga, saya pun
tak ketinggalan untuk menontonnya di bioskop. Ceritanya lebih berfokus pada
pencarian jodoh tokoh Azzam. Berkali-kali gagal dalam pencariannya itu, juga
ketika sang ibu meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan, membuat film ini
terasa begitu meninggalkan kesan mendalam bagi saya.
Saking sukanya dengan film ini, setiap kali filmnya ditayangkan ulang di
televisi, saya pasti tak ketinggalan untuk menontonnya. Tak pernah bosan!
Bahkan semakin ditonton, saya semakin larut dalam suasana batin para tokohnya. Ikut
tertawa, ikut sedih, bahkan menangis! Ya saya benar-benar dibuat larut oleh
film yang katanya menjadi mega bestseller
ini.
Selasa, 6 November 2012
Selasa, 6 November 2012
0 komentar:
Posting Komentar