Diberdayakan oleh Blogger.
RSS


PERIH
Oleh: Gemintang Halimatussa’diah

Telah lama aku menunggu tiba masanya kau bisa mencintaiku dengan segenap hatimu, Mas. Sewindu penantian cinta yang kupasrahkan hanya padamu, nyatanya tiada arti apa-apa bagimu. Kaubilang, kau masih saja mencintai Astuti. Astuti, yang bahkan kini sudah tak ada di dunia ini lagi. Sadarkah kau dengan hal itu? 

“Lastri, izinkan aku pergi.” ucapmu lirih.

Aku hanya mampu tertunduk lesu mendengar ucapanmu itu, Mas. 

“Delapan tahun. Rasanya sudah cukup bagiku bertahan dalam kehampaan rasa, Las.”

Delapan tahun dalam kehampaan? Jadi begitukah dirimu memaknai pernikahan kita, Mas?  Perih hati ini mendengarnya, Mas.

“Aku sudah menemukan kembali Astutiku.” Aku terbelalak. Spontan, mengangkat kepalaku menatap langsung ke matamu.

Tapi.. dia kan sudah meninggal, Mas. Batinku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS



Tak Ada yang Perlu Disesali
Oleh: Gemintang Halimatussa’diah
 
Setiap manusia pasti pernah merasakan penyesalan dalam hidupnya. Begitu juga dengan saya. Salah satu hal yang  pernah saya sesali adalah, masuknya saya ke sebuah MA (Madrasah Aliyah, setingkat SMA) swasta yang letaknya sangat dekat dari rumah.

Perolehan NEM SMP saya kala itu sebenarnya hanya kurang satu angka untuk dapat masuk SMA negeri favorit di Depok, SMA 1 Depok. Selebihnya,  saya bisa masuk ke SMA Negeri pilihan kedua. Namun, karena kala itu sekolah negeri tersebut masih baru dan masih belum ditentukan akan dibangun di mana, saya pun jadi berpikir ulang. Terlebih, biaya yang harus dikeluarkan untuk masuk sekolah negeri ternyata lebih mahal ketimbang masuk MA swasta yang abal-abal seperti sekolah saya itu.

Setelah berpikir panjang, akhirnya saya memilih untuk bersekolah di MA swasta tersebut. Seperti dugaan saya, siswa-siswa sekolah itu ternyata nakal-nakal dan malas belajar. Belum lagi, tak jarang guru yang mengajar tak sesuai dengan bidangnya. Suasana kelas yang dihuni oleh sekitar 45 siswa itu, juga terasa kurang kondusif untuk belajar.

Saya yang tadinya terbiasa disiplin dan senang belajar giat ketika masih sekolah di SMP negeri, akhirnya terbawa arus juga. Mulai suka keluar kelas dan jajan di kantin ketika guru bidang studi tidak hadir. Yah, saya merasakan kemerosotan karena suasana yang tidak kondusif itu. Meski justru di sana, saya seringkali mendapat peringkat pertama, mungkin karena kurangnya saingan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BUKAN SEPATU KACA



BUKAN SEPATU KACA
Oleh: Gemintang Halimatussa’diah

Kening Rayya tampak berkerut. Lagi. “Warna merah marun?”
“Kenapa memangnya, Kak Ray?”
“Kakak kan nggak suka warna merah, Dek.“
“Tapi modelnya bagus loh, Kak.” Diana mencoba membujuk.
Rayya lantas tersenyum sambil menjawil pipi adiknya yang kini duduk di kelas 9 SMP itu. Si pemilik wajah hanya mampu merengut pasrah. Rayya kembali mengedarkan pandangannya pada pasangan-pasangan sepatu yang tersusun rapi di raknya. Belum, ia masih juga belum menemukan sepatu yang sesuai dengan kriterianya.
“Kalau yang ini, Kak?” Diana kembali menunjukkan sebuah sepatu kepada Rayya. Sepatu berhak tinggi dengan motif variasi bunga dan bentuk hati di tengahnya. Kembali dahi Rayya mengernyit. Diana paham, kakaknya pasti tidak suka dengan pilihannya itu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Senja Bersama Altha



Oleh: Gemintang Halimatussa’diah

Senja itu, sepulang bekerja, senyum kembali mengembang di pipiku begitu melihat Altha keponakanku sedang main ke rumah kami bersama mamanya.

“Ni ada kado, Tan,” Altha menunjukkan sebuah paket yang tadi diantar oleh Pak Pos.

“Wah, buku ini!” seruku senang. Itu adalah salah satu buku antologiku yang kisahnya amat kusukai.

“Kok gambarnya nggak bagus, sih?” Komentar Altha tanpa diminta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pemilik Tahta Jiwa



Oleh: Gemintang Halimatussa’diah

Pangeran surga
senyumnya tak hanya meneduhkan mata
melainkan langsung menentramkan jiwa
pemilik akhlak mulia
tak hanya memesona
juga mampu lunturkan nelangsa

Pangeran surga
merengkuhmu  dari kegelapan
menuju misbah penuh cahaya cinta
menghanyutkan
menyelaraskan harmoni rasa
demi meraih jannah-Nya

Pangeran surga
tak hanya indah
tetapi juga mengindahkan
membuamu bertumbuh
menjadi pribadi serupa bunga
penghias taman jiwa

Pangeran surga
bertahta lembut di palung jiwa
menghias asa menjadi realita
memberi rasa
tuk bersama melangkah raih ridho-Nya

Depok, 22 September 2013

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengapa Bidadariku Tak Seperti Dulu?



Oleh: Gemintang Halimatussa’diah

Ada yang BERUBAH pada raut wajahnya. Entahlah, hanya lelah yang dapat kulihat pada paras ayu yang biasanya dihiasi senyuman itu. 

“Ada apa, Sayang? Belakangan ini kamu tampak berbeda,” tanyaku pada kekasih hati yang amat kucintai.
“Tidak apa-apa, Mas.” jawabnya singkat tanpa ekspresi. Hambar, ibarat MASAKAN tanpa garam, itulah yang kurasakan kini. Ada apa sebenarnya dengan dirinya? Apakah dia bosan padaku? Atau jangan-jangan, dia mulai selingkuh? 

Semua tanya itu kemudian terjawab, setelah dokter pribadi istriku memberitahukanku bahwa bidadariku itu tengah menderita PENYAKIT kanker stadium empat. Bibirku kelu, lututku teras lemas, ada sesak dan pedih yang terasa menjalari ruang-ruang dalam hatiku. Bagaimana mungkin sebagai suaminya aku bisa tak mengetahui perihal penyakit yang bersarang di tubuh istri yang amat kucintai itu?

Jadi, itukah yang menyebabkanmu kini berubah bidadariku?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tiada Lagi Karang di Hati


Oleh: Gemintang Halimatussa'diah



Rasa gundah mulai merasuki hati KARANG LAGI. Entah mengapa, wajah Iis, gadis yang pernah dijodohkan dengannya, selalu saja mengusik kekosongan hatinya.

Iis, sedang apa kamu sekarang? Batinnya.

Sementara Iis kini tengah berada di pelaminan bersama laki-laki lain. Laki-laki pilihan hatinya sendiri, yang tak pernah direstui kehadirannya oleh sang orang tua. Cinta, itulah alasannya menentang keinginan hati orang yang telah membesarkanya selama ini.

Usai resepsi pernikahan, Dio, suami Iis, MASUK ke kamar pengantinnya. Sementara Iis telah menantinya sejak tadi.

"Iis, ada yang ingin kusampaikan padamu." Begitu katanya setelah ia duduk berdekatan dengan Iis di pinggir ranjang pengantin mereka.

"Mau bilang apa, Mas?" Iis menyunggingkan senyum.

"Aku...Aku sangat cemburu saat Karang dan kamu dijodohkan oleh orang tua kalian."

"Iya, aku paham, Mas."

"Iya, aku sangat cemburu. Makanya, begitu mengetahui kalau kamu telah lama diam-diam menyukaiku, aku segera saja melamarmu." Mendengar itu, Iis kembali tersenyum sambil menyandarkan kepalanya ke bahu sang suami.

“Aku senang dengan sikap gentlemanmu, Mas.”

“Tapi, itu semua kulakukan demi Karang. Telah lama aku mencintainya. Dan aku tak rela jika dia menikahi seorang gadis.” Iis terhenyak. Segera ia tegakkan kepalanya, menjauhi bahu Dio. Hanya kernyitan di dahi yang menandakan ia membutuhkan penjelasan atas apa yang dikatakan Dio barusan.

“Iya, Iis. Aku mencintai Karang. Aku tak peduli dia mencintaiku atau tidak. Yang penting, aku tidak mau melihat dia menikah dengan orang lain.”

Iis terbelalak. Apakah ini hanya sebuah candaan?

“Kamu ngomong apa sih, Mas? Aku benar-benar nggak ngerti.” Iis menggelengkan kepalanya.

“Kamu masih belum paham Is? Aku ini gay. Dan aku mencintai Karang! Sekarang kamu sudah paham?”
Iis tak mampu berkata apa-apa lagi. Bibirnya kelu. Sebuah rasa aneh menjalari ruang hatinya. Hanya kosong. Kata-kata Dio selanjutnya sungguh tak mampu ia cerna.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

KAWANS ^^

Entri Populer