Oleh:
Gemintang Halimatussa’diah
Aku mengenal seorang
teman laki-laki sewaktu SMP dulu, namanya Jaka. Jaka yang satu ini, sama sekali
tak bisa dibilang tampan seperti Jaka Tarub dalam legenda itu. Ia adalah anak
laki-laki yang bertubuh tambun, berkulit gelap, dan berambut ikal. Dapat
dibayangkan kan bagaimana bentuk rupanya?
Sebab rupanya yang
sedemikian itu, banyak siswa yang mencibir, menghina, bahkan menjadikannya
bulan-bulanan di kelas. Tentu saja aku bukan bagian dari mereka. Aku malah
merasa iba padanya. Ia jadi begitu pendiam, karena tak seorang pun teman yang
mau berteman dengannya.
Saat istirahat jam
pertama, aku beranikan diri untuk menyapa Jaka yang tengah duduk seorang diri
di lorong sekolah.
“Jaka, kamu lagi apa?”
Dia sempat terlihat
kaget mendengar panggilanku.
“Eh, ngg..nggak..nggak
lagi ngapa-ngapain, kok,” jawabnya terbata.
“Oh…mmm..oya, kamu
ikut ekskul apa di sekolah ini?” tanyaku lagi.
Dia sempat terlihat
berpikir, lalu menjawab, “Ngg..nggak ada.”
“Oh. Mm..kamu mau
nggak ikut rohis sekolah?”
“Rohis? Apa itu?”
dahinya tampak mengernyit.
“Kerohanian Islam. Di
sana kita bisa belajar banyak tentang Islam. Selain itu, ada banyak kegiatan
postif lain juga loh yang bisa ikuti.”
Jaka lagi-lagi tampak
berpikir.
“Mm..iya, insyaAllah
deh!” ucapnya menyudahi percakapan. Ia lalu kembali ke kelas.
Sepekan sejak
percakapan itu, tak kusangka ternyata Jaka datang ke acara rohis. Hmm, aku
tersenyum melihat kehadirannya. Tak terlalu kuperhatikan bagaimana kelanjutan
kisahnya bersama rohis. Sedikit yang kutahu, ia sangat aktif mengikuti kegiatan
rohis. Entahlah, sepertinya ia nyaman sekali berada di sana. Mungkin karena
teman-teman di rohis tak mengenal diskriminasi. Semua teman, terutama yang
laki-laki, tampak bisa begitu akrab dengannya. Sebuah pertemanan tanpa celaan,
hinaan, sindiran, dan hal lain yang semacam itu. Semoga saja aku tak salah
menebak.
***
Lima tahun setelah
lulus SMP, aku sudah tak pernah mendengar kabar lagi tentang Jaka. Saat aku
mendapat undangan acara rohis dari SMP itu, aku jadi teringat lagi padanya.
Kira-kira bagaimana ya kabarnya sekarang?
Pertanyaanku itu
terjawab ketika akhirnya aku menghadiri acara rohis sekolah. Ternyata, Jakalah
yang menjadi trainer untuk mengisi
acara rohis siswa SMP, yang penyelenggaranya adalah adik kelas kami itu.
Aku
sempat merasa takjub melihat penampilannya kini. Ia tampak begitu percaya diri,
rapi, dan tubuh gembulnya itu? Ah, kini semua itu sudah tak tampak lagi
padanya. Hanya kulit gelapnya saja yang masih tersisa untuk mengenalinya
sebagai Jaka yang dulu.
Seusai acara, aku dan teman-teman lama saling bertegur sapa. Serasa sedang reuni saja.
“Dara, ya?” Aku menengok ke arah sumber suara. Ternyata pemilik suara
itu adalah dia. Jaka.
“Eh, Jaka. Wah, apa
kabar? Hebat ya kamu sekarang. Sudah jadi trainer sekarang. Subhanallah,
kereen.” Senyumku mengembang.
“Alhamdulillah, Dara.
Sejak ikut rohis, saya merasakan begitu banyak perubahan positif dalam diri
saya. Terima kasih sudah menyarankan saya ikut rohis dulu.” Ia tersenyum lebar.
“Alhamdulillah kalau
begitu, Jaka.” Kubalas tersenyum padanya.
Setelah saling sapa
itu, aku pun pamit pulang padanya. Aku bersyukur sekali, Jaka yang dulu jadi
bulan-bulanan cibiran di kelas, kini malah menjadi seorang trainer muda yang penuh percaya diri. Tak kusangka, ternyata begitu
besar perubahan yang dialaminya setelah mengikuti rohis. Alhamdulillah.
Rabu, 7 November 2102
0 komentar:
Posting Komentar