Tak Ada yang Perlu Disesali
Oleh: Gemintang Halimatussa’diah
Setiap manusia pasti pernah merasakan penyesalan dalam
hidupnya. Begitu juga dengan saya. Salah satu hal yang pernah saya sesali adalah, masuknya saya ke
sebuah MA (Madrasah Aliyah, setingkat SMA) swasta yang letaknya sangat dekat
dari rumah.
Perolehan NEM SMP saya kala itu sebenarnya hanya
kurang satu angka untuk dapat masuk SMA negeri favorit di Depok, SMA 1 Depok.
Selebihnya, saya bisa masuk ke SMA
Negeri pilihan kedua. Namun, karena kala itu sekolah negeri tersebut masih baru
dan masih belum ditentukan akan dibangun di mana, saya pun jadi berpikir ulang.
Terlebih, biaya yang harus dikeluarkan untuk masuk sekolah negeri ternyata
lebih mahal ketimbang masuk MA swasta yang abal-abal seperti sekolah saya itu.
Setelah berpikir panjang, akhirnya saya memilih untuk
bersekolah di MA swasta tersebut. Seperti dugaan saya, siswa-siswa sekolah itu
ternyata nakal-nakal dan malas belajar. Belum lagi, tak jarang guru yang
mengajar tak sesuai dengan bidangnya. Suasana kelas yang dihuni oleh sekitar 45
siswa itu, juga terasa kurang kondusif untuk belajar.
Saya yang tadinya terbiasa disiplin dan senang belajar
giat ketika masih sekolah di SMP negeri, akhirnya terbawa arus juga. Mulai suka
keluar kelas dan jajan di kantin ketika guru bidang studi tidak hadir. Yah,
saya merasakan kemerosotan karena suasana yang tidak kondusif itu. Meski justru
di sana, saya seringkali mendapat peringkat pertama, mungkin karena kurangnya
saingan.
Meski merasa demikian pada awalnya, lama-kelamaan saya
jadi bisa menikmati juga bersekolah di sana. Olah raga, yang merupakan
pelajaran yang paling tidak saya sukai pun, tak jarang hanya diisi dengan
bermain voli. Tak ada kurikulum yang jelas tampaknya. Akhirnya, saya terkadang
lebih memilih duduk-duduk santai saja sambil mengobrol dengan teman.
Meski demikian, tetap ada hal positif yang dapat saya
ambil dari pengalaman saya bersekolah di sana. Ya, di sana pertama kalinya saya
terlibat dalam pemilihan ketua OSIS. Padahal, sebelumnya terpikir pun tidak
bahwa saya akan bisa menjadi salah satu kandidat calon ketua OSIS. Meski tak
terpilih, saya kemudian ditunjuk menjadi seksi Mading. Meski hanya berjalan di
awal saja, alhamdulillah saya dapat mengasah kemampuan menulis saya di sana.
Selain itu, tidak sedikit lomba yang kemudian dapat
saya ikuti dan menangkan. Lumayanlah, semua peristiwa yang saya alami di
sekolah itu, membuat saya menjadi merasakan lebih banyak hal. Saya juga jadi
bisa lebih memahami pergaulan remaja dari siswa kelas menengah seperti
teman-teman saya di sana.
Kebanyakan mereka memang pandai dalam mata pelajaran
bahasa Arab dan menghafal hadist. Tak sedikit juga yang sudah menjadi guru
mengaji. Namun, ada juga dari mereka yang walaupun ke sekolah memakai busana
muslimah, tetap saja mereka tak lupa membawa bedak, lipstik, pensil alis,
parfum, bahkan maskara! Ckckck… Saya masih bersyukur karena tak terikut arus
pergaulan mereka yang menurut saya kurang sesuai dengan diri saya sendiri.
Pada akhirnya, saya mensyukuri juga keberadaan saya di
sekolah itu. Saya jadi bisa lebih mengenali diri sendiri. Lebih tahu potensi
dan kekurangan dalam diri saya. Mungkin sekolah itulah yang pantas untuk
seseorang seperti saya. Saya pun kian menyadari bahwa segala yang terjadi dalam
hidup adalah takdir Nya, yang membuat kita lebih dewasa dan lebih mengenali
siapa kita sebenarnya.
0 komentar:
Posting Komentar