Oleh: Gemintang Halimatussa'diah
Surgaku…
Ketika
melihatmu berdiri
di
hadapanku
dengan
senyuman
seelok
bulan sabit yang memesona,
aku
seolah tersihir
untuk
melukis sebuah tempat
tanpa kesedihan,
tanpa perpisahan,
tanpa
rasa sakit,
dan
tanpa rasa kehilangan
Layaknya..surga,
seperti
sebuah...utopia
Sepertinya mustahil memang
menghadirkan
tempat seperti itu
di
alam nyata
Namun,
bersamamu
bukankah
terasa seperti surga?
Surgaku. Dia adalah lelaki bernamaLukman Hakim
yang tak lain adalah suamiku. Meski aku bernama Nurjannah yang berarti ‘cahaya
surga’, bagiku justru suamiku itulah sang cahaya surga dalam kehidupanku. Sejak
ia hadir, hidupku terasa lebih bercahaya..indah..dan bahagia.
Namun, cahaya surgaku itu, kini terasa sirna.
Hidupku pun terasa tanpa gairah, bahkan diliputi kesedihan yang seolah tanpa
akhir.
Malam itu, suamiku kembali melakukan
aktivitasnya berdagang bakso di tempat resepsi pernikahan tetangga. Di daerah
kami di Kampung Bulak Sawangan, memang sudah
menjadi tradisi jika ada orang yang mengadakan pesta pernikahan, tak hanya
dihadiri oleh tamu undangan, tetapi juga para pedagang yang menjajakkan
dagangannya di sekitar rumah pengantin untuk mengais rezeki, tak terkecuali
suamiku.
Besok paginya, tidak seperti biasanya, ia
belum juga bangun untuk melaksanakan salat Subuh. Aku pun mencoba untuk
membangunkannya. Namun, sayang, ia tak pernah bangun lagi dari tidurnya.
Awalnya aku tak percaya dengan apa yang
terjadi, karena ia tampak sehat-sehat saja ketika berangkat dari rumah.
Banyak yang mengira-ngira ia meninggal karena penyakit angin duduk atau serangan jantung. Hmm..entahlah..yang pasti kini
mau tak mau, aku harus mengikhlaskan
kepergiannya…Surgaku itu..meski harus dengan deraian air mata. Bukan hanya air mataku, tetapi juga air mata
keempat anak kami. Meski si kecil Salman
yang baru berusia tiga tahun sebenarnya belum sepenuhnya mengerti tentang
kepergian ayahnya yang begitu tiba-tiba itu. Salman, ia malah asyik bermain,
ketika ayahnya terbujur kaku di teras depan rumah kami.
Tiap kali Salman bertanya tentang ke mana
ayahnya pergi, aku hanya bisa mengatakan bahwa ayah kini ada di surga..di
tempat terindah dan ternyaman. Awalnya, ia akan menangis meminta ayahnya
kembali. Tapi lama kelamaan, ia akan berhenti menangis dengan sendirinya karena
kelelahan, lalu melupakan bahwa ayahnya sesungguhnya telah tiada.
Salmanku, titipan terakhir surgaku, kuharap
kelak ia akan mengerti dan tetap menyayangi sosok ayahnya yang pekerja keras
itu, yang memberikan cahaya surga dalam kehidupan kami, meski hanya dalam waktu
sesingkat ini.
Surgaku…mengapa kau pergi begitu cepat? Tak
tahukah kau betapa kami sangat membutuhkan cahayamu? Sangat mencintai dan
mengharapkan kesejukanmu?
Surgaku..tunggu aku..di sana. Semoga tak lama
lagi aku akan menyusulmu.
0 komentar:
Posting Komentar