Oleh: Gemintang Halimatussa'diah
Hyun Bin Oppa…! Saranghe… Oppa saranghe!
Itulah kata-kata yang terdengar nyaring ketika artis
Korea yang mebintangi serial Secret
Garden, Hyun Bin, berkunjung ke
Indonesia pada Kamis, 6 Oktober 2011 lalu. Ya, remaja Indonesia kini tengah
gandrung-gandrungnya dengan segala hal yang berbau Korea. Bukan hanya Hyun Bin,
boyband, girlband—yang kini menjadi kiblat boyband dan girlband di Indonesia—bahkan
gaya berbusana, pakaian, bahasa, budaya, dan makanan Korea pun kian digandrungi
oleh para remaja Indonesia yang sering disebut-sebut sebagai generasi penerus
harapan bangsa tersebut.
Lantas, apa hubungannya fenomena tersebut dengan
nasionalisme atau rasa cinta pada tanah air dan bangsa? Tentu saja ada!
Terutama dalam hal pergeseran rasa cinta yang harusnya lebih besar kepada
negari kita tercinta Indonesia, kini berganti menjadi rasa cinta pada negara
kiblatnya boyband dan girlband Indonesia, Korea! Pasalnya, tidak sedikit dari pemuda
Indonesia tersebut yang malah lebih bangga pada Korea dibandingkan dengan
bangsanya sendiri. Mereka kian gandrung belajar budaya, gaya berbusana, dan
bahasa Korea! (bahasa Indonesia saja masih belum bisa dikatakan baik dan
benar).
Mengenai hal tersebut, sebenarnya tidak ada salahnya
juga remaja kita menyukai segala sesuatu tentang Korea, asalkan tidak sampai melupakan
kecintaan terhadap bangsanya sendiri. Sebenarnya, ada juga nilai positif dari menyukai
Korea ini . Kita dapat belajar dari negeri ginseng itu tentang nasionalisme!
Ya, bukankah Korea terkenal sebagai negara yang memiliki rasa nasionalisme yang
tinggi? Betapa tidak, bangsa Korea sempat menolak segala sesuatu yang datangnya
dari Barat. Itulah makanya siswa SMP di Indonesia boleh jadi dapat berbahasa
Inggris lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa Korea. Dapat dikatakan,
apabila kita berkunjung ke Korea, kitalah yang harus bisa berkomunikasi dengan
bahasa Korea, bukan sebaliknya mereka harus menguasai bahasa Inggris untuk
dapat berbicara dengan kita yang notabene adalah turis di negaranya. Bandingkan
dengan Indonesia yang berlomba-lomba belajar bahasa Inggris—hingga melupakan
pentingnya belajar bahasa Indonesia yang baik dan benar—demi berlomba-lomba
kuliah atau kerja di luar negeri dan meninggalkan negeri yang katanya tanah air
tumpah darahnya ini.
Selain itu, lihatlah bagaimana bangsa Korea demikian
bangga terhadap produksi dalam negeri mereka. Pernahkah kita melihat orang
Korea menggunakan blackberry yang
sedang menjadi tren dan dibangga-banggakan bangsa kita? Paling tidak, dari
drama Korea yang saya tonton, tak ada satu pun tokohnya yang menggunakan blackberry, mereka justru menggunakan
telepon selular hasil produksi negara mereka sendiri. Tak jarang, drama korea
tersebut juga dijadikan sebagai sarana untuk mempromosikan produk-produk buatan
Korea; telepon selular, alat rumah tangga, pakaian (gaya berbusana), mobil, atau
bahkan tempat wisata negara mereka.
Bukan hanya itu, kemajuan prekonomian Korea sendiri,
tak lepas dari rasa nasionalisme bangsa mereka. Bangsa Korea pantang
menggunakan produk impor bahkan dianggap pengkhianat negara apabila menggunakan
produk impor. Walaupun hukum formalnya sudah dihapus, toh kini Korea telah
berhasil menjadi negara dengan ekonomi kuat berkat rasa nasionalismenya itu.
Nah, benar kan? Ternyata ada hal positif juga dari
kesukaan pemuda Indonesia terhadap Korea. Sebenarnya, mereka bisa belajar
menumbuhkan rasa cinta tanah air atau rasa nasionalisme dari negera yang beribu
kota di Seoul itu. Kita memang tidak punya sinetron atau girlband dan boyband
yang sebagus Korea. Kita juga tak memiliki produk dalam negeri yang sekualitas
dengan produk-produk mereka. Namun, daripada memikirkan apa yang negeri kita
tidak miliki, bukankah lebih baik jika kita lebih terfokus pada apa yang bangsa
kita miliki?
Mari kita buka mata kita, dan lihatlah, bukankah kita
memiliki negeri yang subur dan makmur yang bisa ditanami berbagai jenis
tanaman? Bandingkan dengan Korea yang tanahnya kebanyakan tidak demikian
subur—bahkan, untuk dapat memakan pisang saja, mereka harus membuat teknologi
khusus. Lihatlah pula luasnya negara kita yang berkali-kali lipat lebih luas
dibandingkan wilayah negara Korea.
Lantas, bagaimana dengan daerah wisata? Bukankah kita
memiliki Pulau Bali yang sudah tersohor ke seantero dunia, bahkan menjadi 50
tempat yang harus dikunjungi sekali seumur hidup. Selain itu, Bali juga berkali-kali
lipat lebih indah dibandingkan Pulau Jeju yang menjadi tempat wisata kebanggan
bangsa Korea itu.
Lantas, sebagai pemuda—dalam hal ini para penulis
muda—apa yang dapat kita lakukan untuk menunjukkan rasa nasionalisme atau
kecintaan terhadap bangsa dan negara yang kini kian tergerus modernitas dan kecondongan terhadap negara
lain itu? Kita dapat memulai dari profesi atau kesukaan teman-teman terhadap
dunia kepenulisan. Menuliskan sesuatu tentang budaya Indonesia dan
memperkenalkan Indonesia melalui tulisan-tulisan kita. Mau belajar lebih jauh
tentang budaya dan bahasa Indonesia, serta memberikan pembuktian berupa bakti pada
negeri, pada apa yang dapat kita lakukan untuk bangsa ini. Boleh jadi hal
tersebut bermula dari hal kecil yang ada di sekitar kita. Memang, sepertinya
semua ini hanyalah hal kecil dan mungkin belum berkmakna apa-apa. Namun, untuk
melakukan langkah besar, bukankah harus dimulai dari satu langkah? Dan bukankah
uang trilyunan juga harus bermula dari uang 100 rupiah?
Yuk…sama-sama kita mencoba untuk menunjukkan kecintaan
kita kepada bangsa tanah kelahiran dan tempat kita bernanung ini, tempat ternyaman
meski ada banyak ketidaknyamanan di dalamnya, Indonesia!
So, mari kita sampaikan dengan lantang pada dunia,
“Saranghae Indonesia…!” Ups! Maksudnya, “Aku cinta Indonesia!”
0 komentar:
Posting Komentar