Membentuk Keluarga Harmonis (Sakinah)
Sungguh sebuah kesempatan yang berharga bagi saya
dapat menghadiri sebuah kajian bertema “Membentuk Keluarga Harmonis” yang
disampaikan oleh Ustad Budi Darmawan, suami dari mendiang Yoyoh Yusroh. Mungkin
di antara kita sudah banyak yang tahu bahwa Bu Yoyoh Yusroh adalah seorang
anggota DPR sekaligus pendakwah yang memiliki 13 orang anak. Tak hanya itu, di
tengah kesibukannya yang padat, beliau juga tetap menjaga hafalan Al Quran, dan
tilawahnya dalam sehari tak kurang dari 1 juz. Subhanallah!
Lantas, bagaimana beliau dan suami yang memiliki
begitu banyak kesibukan dapat mendidik ke-13 anaknya yang kesemuanya terbilang
sukses dunia dan insyaAllah juga akhirat?
Mari kita simak rangkuman materi yang disampaikan
beliau berikut ini!
Definisi
Harmoni
Kita mungkin pernah mendengar istilah “In harmonia progresium”
yang berarti di dalam harmoni terdapat kemajuan. Kita kerangka ini, kita ubah
istilah tersebut dengan “In harmonia paradiso” yang berarti di dalam harmoni
terdapat surge.”
Harmoni adalah suatu keadaan dimana
garis-garis hubungan antara satu orang dengan orang lain berada dalam satu
garis hubungan yang positif.
Garis hubungan postif ditandai oleh sikap kita
terhadap orang lain. Jika sikap kita terhadap orang lain “I’m ok, you’re ok”,
itu berarti kita telah membentuk sebuah garis hubungan yang positif (harmonis).
Bukan sebaliknya, “I’m ok, you’re not oke” atau “I’m not ok you’re ok”. Jika salah
satunya saja yang postif sementara lainnya kita anggap negatif, maka sebuah
hubungan yang harmonis tidak akan tercipta./
Besarnya masalah itu tidak penting, yang penting
adalah bagaimana cara kita menyikapinya. Jika menyikapinya dengan positif, maka
akan terciptalah hubungan yang positif pula antara kita dengan orang lain—dalam
hal ini keluarga.
Bagaimana Memiliki
Hubungan yang Harmonis?
1. Terdapat tiga
hal yang perlu diperhatikan dalam keluarga, yaitu:
-
Benar = hal yang
dilakukan diridhoi Allah atau tidak
-
Pintar = jika
mengerjakan PR, berarti si anak mengerjakan hal yang pintar
-
Segar = jika
tidak jalan-jalan atau saling tukar pikiran, berarti tidak segar
2. Pola Asuh
Anak
Pola asuh anak dibagi menjadi tiga, yaitu:
a.
Koersif = orang
tua membuat putusan untuk anak, anak hanya tinggal melaksanakan keputusan orang
tua tersebut.
Prinsipnya:
Orang tua yang menilai benar
atau salah terhadap apa yang dilakukan oleh si anak.
Pesan
yang disampaikan oleh orang tua adalah “saya ingin kamu melakukan apa yang saya
mau!
Orang
tua cenderung mengatakan “saya ingin kamu melakukan dengan cara saya.”
b.
Dialogis = pola
asuh orang tua kepada anak yang menerapkan prinsip mendialogkan:
Apa masalahnya?
Mari bereskan bersama
Dua kepala dan dua hati
lebih baik daripada satu kepala dan satu hati.
c.
Permisif = orang
tua mengambil alih tanggung jawab anak menjadi tanggung jawab si orang tua.
Contoh
Kasus
Mama memiliki tujuh orang anak. Ia mengajak empat
anaknya belanja ke sebuah swayalan. Sebelum memasuki swalayan, mama sudah
mewani-wanti Anton (anak pertama) hanya boleh jajan satu jenis produk saja. Misalnya
jika ia jajan roti, ia tidak boleh jajan minuman atau produk lainnya. Lalu
Anton pun memilih salah satu jenis produk dan memberikannya kepada mamanya.
Saat akan membayarkan belanjaan di kasir, mama
mendapati Anton menyembunyikan cokelat di kantong bajunya.
Bagaimana menyikapi perilaku Anton itu?
1.
Mama lekas
memarahi Anton, bahkan menjewernya dan memaksa Anton mengembalikan cokelat itu
ke tempatnya. (Koersif)
2.
Mama mengatakan,
“Kok kamu ngambil cokelat juga? Kamu kan tahu adikmu ada banyak. Kalau mama
beliin semua…memangnya kamu pikir mama bisa membyaranya? Coba kamu piker dong…!”
(Permisif, karena orang tua merasa bahwa ia yang harus bertanggung jawab dengan
membayarkan cokelat yang diambil Anton. Padahal, itu adalah tanggung jawab
Anton karena dia sudah mengambil produk di luar perjanjian awal sebelum masuk
swalayan).
3.
Mama berkata
kepada Anton, “Anton, cokelat itu jadi mau kamu beli atau tidak? Kalau kamu mau
beli, kamu punya uang atau tidak? Kalau tidak, biar mama yang membayarkan dulu
tapi nanti di rumah kamu kembalikan uang mama, ya. Kalau kamu tidak punya uang,
mama akan potong uang jajan kamu setiap harinya sampai cokelat ini terbayar
lunas. Bagaimana? Kamu jadi mau membeli cokelat ini atau mengembalikannya?”
(Dialogis, biarkan anak membuat keputusan sendiri dengan risiko yang akan
ditanggungnya).
Masa
Penyerahan Tanggung jawab Kepada Anak
7 tahun pertama (masa amir) 7—14 tahun = mengasuh anak
layaknya mengasuh anak raja. Pada masa ini, pola asuh yang tepat untuk
digunakan adalah permisif-dialogis.
7 tahun kedua (masa asir) 14—21 tahun = mengasuh anak
layaknya memperlakukan tawanan. Pola asuh yang tepat adalah koersif-dialogis.
7 tahun ketiga (masa wazir) di atas usia 21 tahun = anak
diperlakukan layaknya perdana menteri yang dapat diserahi tanggung jawab dan
keputusan sendiri. Pola asuh yang sesuai adalah dialogis-dialogis.
Ahad, 19
Mei 2013
Sebenarnya masih ada tambahan berupa jawaban atas
pertanyaan beberapa peserta kajian. Nanti insyaAllah saya sambung lagi ^^
0 komentar:
Posting Komentar