Pedih. Meski senyum
kusunggingkan di hadapan mereka. Walau aku selalu mengangguk ketika diminta
untuk tabah, tetap saja hati ini terasa amat pedih. Hanya tiga hari menjelang
ujian nasional, aku mendapat kabar abahku meninggal dunia. Segera kutinggalkan
asrama untuk menuju rumahku
yang terletak di Cibiru Bandung.
Selepasnya, tak
sedikit pun aku mampu berkonsentrasi untuk belajar lagi. Yang terpikir hanya bayangan saat
terakhir kali aku menghabiskan waktu bersama abah. Saat itu kami banyak
bercanda, banyak pula berdiskusi untuk menentukan tempat kuliah yang tepat. Ya
Allah, sungguh dada ini terasa sesak mengenangnya.
(*)
Sehari sebelum ujian, aku kembali ke asrama meski sebenarnya masih ingin menemani ummi yang tengah berduka. Sorenya, kucoba untuk membuka buku berisi soal-soal UN. Huft..hanya dua menit saja aku tahan mengerjakan soal latihannya. Selebihnya, kuhempas saja buku itu di atas meja belajar. Tuk mengusir jenuh, kucoba membolak-balikkan majalah islami yang terletak tak jauh dari bukuku. Mataku terarah pada satu halaman yang bertuliskan nama Rumaisha. Itu kan namaku. Penasaran, aku pun iseng membaca tulisan yang bertuliskan nama yang sama denganku itu.
Di situ dikisahkan sosok
Rumaisha atau yang dikenal dengan Ummu Sulaim. Ketika ia mengetahui putranya meninggal karena sakit, ia tetap
berusaha menabahkan dirinya.
Ia pun menyadari suaminya pasti akan sangat terpukul
dengan kejadian itu. Demi menjaga hati suaminya, ia sengaja menghidangkan
makanan, memakai wewangian, dan mempercantik diri. Lantas, malam itu pun ia
melakukan hubungan intim bersama suaminya. Setelah melihat suaminya tenang dan
bahagia, Rumaisha baru memberitahukan meninggalnya sang putra.
“Subhanallah.” Aku
berdecak kagum. Rumaisha, sahabat Rasulullah yang bernama sama denganku itu, ia sanggup menggembirakan
suaminya begitu rupa padahal hatinya pun pasti hancur mendapati kenyataan putranya meninggal dunia. Namun,
Rumaisha masih sanggup membahagiakan suaminya agar ia tak begitu merasakan
kepedihan.
Membaca kisah itu,
sungguh membuat semangat di dalam hatiku kembali terlecut. Aku ingin berusaha
tetap tegar dan berkonsentrasi belajar agar dapat lulus UN dengan nilai
memuaskan. Tiap kali kesedihan
hatiku muncul, aku kembali teringat pada sosok Rumaisha.
Aku ingin terus belajar, aku harus semangat. Aku harus bisa membuktikan
kesedihan hatiku takkan mampu membuatku patah semangat. Sebab aku adalah
Rumaisha, gadis tegar yang penuh semangat!
*Cermin ini juga dapat dibaca di blog resmi Grup Pedas:
http://sobat-pedas.blogspot.com/2013/04/sebab-aku-rumaisha-oleh-gemintang.html
0 komentar:
Posting Komentar